Sunday 9 October 2011

Pohon Ilmu Pendidikan

Makale-Nikodemus Saung Blog


Pohon Ilmu Itu Berdahan Dan BerantingPDFCetakSurel

Tidak semua pohon memiliki dahan. Kelapa misalnya, tidak pernah berdahan. Batangnya lurus tinggi dan hanya memiliki banyak pelepah. Metafora pohon ilmu bukan seperti pohon kelapa, palem, enau, kurma, melainkan  jenis pohon yang berakar tunjang. Jenis pohon besar yang berakar tunjang, memiliki  banyak dahan, cabang, ranting dan daun yang lebat.

Dahan-dahan yang tumbuh dari batang besar yang disebut sebagai pohon ilmu itu digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis ilmu yang dikembangkan oleh universitas. Perguruan tinggi berbentuk universitas, tentu memiliki banyak fakultas. Masing-masing fakultas memiliki banyak jurusan, program studi, dan berbagai disiplin ilmu. Dahan, cabang, ranting pada sebuah pohon itu menggambarkan bagian-bagian pada masing-masing fakultas itu. Universitas besar, tentu memiliki banyak dahan atau fakultas yang dikembangkan.

Sejumlah dahan itu tumbuh dari batang pohon.   Tidak akan mungkin antara keduanya dapat dipisahkan. Antara batang dan dahan selalu menyatu. Saripati makanan dari batang yang diperoleh dari akar dikirim melalui dahan, cabang, ranting ke semua daun untuk diasimilasi dengan pertolongan sinar matahari. Kemudian hasilnya dikirim kembali ke seluruh bagian, hingga pohon itu hidup dari waktu ke waktu, cukup lama.

Demikian pula ilmu pengetahuan, seharusnya dibangun dalam satu  kesatuan. Petunjuk dalam al Qurán dan hadits mestinya kemudian  dikembangkan dalam berbagai rumpun ilmu atau fakultas, dan selanjutnya tumbuh  berbagai  cabang, ranting dan daun. Antara batang, dahan, ranting, dan daun, kesemuanya menyatu dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Demikian pula antara al Qurán dan hadits, dengan ilmu-ilmu modern seperti fisika, biologi, kimia, piskologi, sosiologi, humaniora dan lain-lain menyatu.

Sebagai contoh sederhana, misalnya ketika al Qurán berbicara bahwa langit adalah berlapis tujuh, maka para ahli astronomi melakukan kajian, baik di laboratorium dan atau melalui pengamatan yang ditunjang oleh peralatan yang memadai. Ketika disebutkan dalam al Qurán bahwa sumber kehidupan itu adalah air, maka para ilmuwan di bidang itu melakukan kajian, dan juga rekayasa-rekayasa untuk memanfaatannnya semakisimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia. Ketika al Qurán misalnya, menyebut bahwa peran rasulullah adalah sebagai pendidik bagi umat manusia, maka mestinya para ahli pendidikan Islam, membangun konsep-konsep pendidikan prophetis berdasarkan ayat-ayat al Qurán.

Sebagai contoh lainnya lagi, ketika al Qurán menyebut berbagai jenis kata sesuai dengan keadaan atau kebutuhannya, misalnya ada istilah qowlan kariima, qowlan tsakiila, qowlan ma’rufa, qowlan baliigha, qowlan khofiifa, qowlan layyina dan seterusnya, maka para ahli ilmu bahasa dan sastra menjadikannya sebagai inspirasi atau petunjuk dalam mengembangkan ilmunya. Penyebutan berbagai jenis kata yang sesungguhnya memilki arti serupa itu memberikan inspirasi betapa rumitnya komunikasi antar manusia. Ahli bahasa dan sastra mendapatkan banyak hal dari kitab suci ini. Lebih dari itu, terkait bahasa, al Qurán menggunakan bahasa yang amat indah, tentu memberikan inspirasi yang sedemikian luas bagi para ahli bahasa dan sastra.

Contoh-contoh tersebut menggambarkan sedemikian erat hubungan antara kitab suci al Qurán dengan berbagai disiplin ilmu yang seharusnya dikembangkan. Hanya sayangnya selama ini seolah-olah ada pembagian atau demarkasi yang sedemikian tegas antara ilmu agama dan ilmu umum. Para mahasiswa IAIN atau STAIN dan pondok pesantren seolah-olah hanya berkompeten mengkaji al Qurán dan hadits nabi serta berbagai jenis ilmu yang terkait dengannya, sementara ilmuwan modern yang membidangi ilmu umum, menganggap tidak perlu mendalami isi kitab suci itu. Akibatnya terjadi dikotomi ilmu pengetahuan, yaitu antara ilmu agama dan ilmu umum.

Hubungan antara sumber ilmu berupa al Qurán dan hadits dengan ilmu umum atau modern sedemikian jelas. Akan tetapi pada kenyataannya, ilmu-ilmu umum dan modern itu berkembang pesat tanpa mendasarkan pada  kitab suci al Qurán. Ilmu fisika, biologi, kimia, psikologi, sosiologfi, ekonomi dan seterusnya berkemban pesat tanpa bersumberkan kitab suci. Kenyataan itu menjadikan orang berpandangan bahwa tanpa kitab suci, ilmu pengetahuan bisa berkembang pesat. Sebaliknya, orang-orang yang sehari-hari bergelut dengan kitab suci al Qurán dan hadits nabi ternyata justru masih gagal dalam mengembangkan ilmu-ilmu modern atau ilmu-ilmu umum.

Kenyataan seperti itu, tatkala muncul pemikiran integrasi ilmu  agama dan umum melahirkan kritik tajam. Kritik itu misalnya, menuduh penggagas integrasi itu hanya akan menempel-nempel ayat al Qurán atau hadits nabi dengan hasil temuan-temuan penelitian sebelumnya. Kritik lainnya yang lebih tajam, bahwa tanpa melibatkan kitab suci pun, ilmu pengetahuan akan berkembang cepat. Oleh karena itu, sebatas mengembangkan ilmu pengetahuan tidak perlu harus mendasarkan pada kitab suci segala. Kitab suci dan juga hadits nabi cukup digunakan sebagai pedoman ritual dan tata cara penyembahan pada Tuhan, bukan untuk pengembangan ilmu.

Pandangan seperti itu ternyata sudah dianggap lumprah, dan justru dipegangi dan dipercaya oleh banyak orang, tidak terkecuali oleh ilmuwan Islam sendiri. Padahal jika mau memperhatikan isi al Qurán dan juga hadits nabi, kitab suci tersebut kaya akan informasi-informasi, penjelasan, keterangan, mulai dari hal yang sangat sederhana hingga yang pelik yang tidak mungkin dijangkau oleh ilmu pengetahuan. Bahkan, temuan-temuan dalam penelitian yang kadang dianggap baru, ternyata sudah bisa didapatkan sebelumnya dari kitab suci.

Hubungan yang kurang padu atau harmoni, antara keduanya -----ilmu yang bersumber dari ayat qowliyah dan kawniyah tidak lepas dari proses sejarah panjang, sejak diturunkan pada 14 abad yang lalu, diwarnai oleh berbagai kepentingan sejarah politik, ekonomi, psikologis, budaya sehingga menjadikan keadaannya seperti sekarang ini. Oleh karena itu, kelahiran Universitas Islam Negeri di tanah air ini dengan tema mengintegrasikan antara ilmu agama dan ilmu umum, berusaha mengembangkan keilmuan secara lebih utuh dan komprehensif itu. Ilmu pengetahuan yang disebut lebih utuh dan padu itu adalah pengembangan ilmu dari dua sumber sekaligus, yaitu sumber-sumber berupa ayat-ayat qawliyah dan ayat-ayat kawniyah 

Bangunan keilmuan yang utuh, padu, atau disebut dengan istilah terintegrasi  itu, implementasi pengembangannya ternyata tidak mudah. Banyak kendala yang dihadapi, tetapi sebaliknya potensi untuk mengembangkannya jauh lebih besar. Keyakinan yang kokoh, bawa al Qurán dan hadits adalah ajaran yang menyeluruh, menyangkut semua aspek kehidupan manusia untuk segala zaman dan tempat, serta adanya perintah bagi kaum muslimin untuk memikirkan ciptaan Allah baik yang ada di langit maupun di bumi, semua itu adalah bekal dan modal dasar untuk mengembangkan keilmuan yang terintegratif itu.

Mengembangkan bangunan keilmuan integrative memerlukan waktu lama, tenaga yang cukup, semangat, dan daya dukung lainnya termasuk  kesabaran, keikhlasan, dan istiqomah yang terpelihara. Berbagai bentuk kritik selalu ada, tetapi harus dijawab dengan kerja kongkrit, dan tidak perlu menjadikannya, bagi siapapun berputus asa. Pohon besar dan rindang, yang dijadikan metafora bangunan keilmuan, juga selalu tumbuh di tengah terik matahari, hujan lebat,  dan hempasan angin kencang. Mestinya, juga begitu, pohon itu itu harus dikembangkan di tengah suasana apapun, baik dalam keadaan senang, susah, ataupun berat.

Akhirnya, berangkat dari penjelasan di muka, maka antara akar, batang, dahan, cabang, ranting dan daun dalam sebatang pohon menjadi semakin tepat digunakan untuk menjelaskan hubungan yang erat antara ilmu-ilmu agama dan umum dengan berbagai rumpun dan cabang-cabangnya.  Dalam hal ini, dahan-dahan besar digunakan untuk menjelaskan posisi masing-masing rumpun ilmu, yang disebut fakultas, kemudian masing-masing fakultas terdiri atas jurusan-jurusan atau cabang, program studi atau ranting-rantingnya, dan seterusnya mengecil hingga disiplin ilmu masing-masing. Hubungan itu sedemikian kokoh dan sekaligus indah, sebagai bagian ciptaan Allah yang seharusnya selalu dikaji dan disyukuri

0 comments: